Baca Juga
MINDIS.ID - Saat itu Rena (bukan nama asli) baru saja pulang sekolah. Sesampainya di rumah, ia segera masuk ke kamarnya. Namun, niatnya untuk beristirahat seketika hancur ketika mendengar suara ribut dari lantai atas. Ia berbaring di tempat tidurnya, menutup matanya, kemudian air mata mengalir bagaikan hujan.
Beberapa hari kemudian, Rena mendapat kabar bahwa kedua orang tuanya memutuskan untuk berpisah. Rena hanya terdiam di hadapan mereka dan masuk ke kamarnya. Kedua orang tuanya memang sering bertengkar sejak dia SMP, tapi mereka terus bertahan. Namun, sejak ia menemukan rahasia ayahnya yang menimbulkan pertengkaran hebat antara Rena dan ayahnya. Batinnya seakan terpukul, ia menyalahkan dirinya atas perpisahan orang tuanya. Bahkan setelah lima tahun orang tuanya berpisah, Rena masih menyalahkan dirinya.
Tidak ada anak yang menginginkan orang tuanya berpisah. Namun, terkadang ada masalah yang tidak dapat diperbaiki dan satu-satunya jalan hanyalah perpisahan. Tentu hal ini sangat berat bagi kedua orang tua dan anak akan menjadi imbasnya. Perceraian orang tua dapat mempengaruhi kondisi psikologis anak secara langsung seperti yang dialami Rena.
Satu minggu pertama setelah orang tuanya berpisah, Rena mengurung dirinya di kamar, ia hanya keluar untuk ke kamar mandi. Ia menutup semua komunikasi ke semua orang, bahkan ke orang tuanya. Rena mengalami tekanan psikologis. Ia mengalami depresi yang cukup serius hingga harus berkonsultasi ke psikolog.
Karena perpisahan orang tuanya juga, Rena kehilangan semangat untuk menjalani hidup. Batinnya sibuk menyalahkan dirinya, terlebih dia adalah anak pertama dari dua bersaudara. Ia merasa memiliki kewajiban untuk menjaga keutuhan keluarganya. Ketika usahanya gagal, Rena merasa sebagai orang terendah di muka bumi. Pikirannya dipenuhi oleh caci maki yang terbentuk dari pikirannya sendiri.
Hal ini juga berpengaruh langsung ke kehidupan sehari-harinya. Saat itu Rena masih kelas XI dan biasa dikenal sebagai anak yang tidak bisa diam. Tapi ia berubah, saat istirahat yang dilakukannya hanya tidur, ia juga sering melamun di kelas dan terkadang tanpa disadari ia malah menangis. Dalam masa-masa sulitnya, ia mengalami penurunan nilai akademik yang cukup drastis.
Rena mengaku, meskipun orang tuanya sudah berpisah sudah cukup lama dan kini ia telah menjadi mahasiswa di salah satu universitas negeri, ia masih merasakan dampaknya. Dirinya merasa jadi kurang merasa percaya diri untuk menyatakan pendapatnya. Ia juga sering merasa kesepian sebagai efek dari kehilangan. Trauma perpisahan orang tuanya membuat Rena sulit untuk percaya pada orang lain dan suka memendam emosinya. ia juga jadi takut untuk menikah
Meskipun untuk sesaat Rena merasa psikologisnya telah berantakan, di saat yang sama, Rena merasa dirinya tumbuh lebih dewasa daripada teman-teman seumurannya. Ia mampu menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan jadi lebih mandiri. Ia juga lebih berhati-hati dalam bertindak, memikirkan bagaimana efek dari keputusannya terhadap orang lain.
Bagaimana pun, perpisahan tetap akan menyisakan luka, baik bagi anak maupun orang tua. Dampak perceraian sendiri bisa menciptakan rasa hilangnya harapan anak untuk memiliki keluarga yang utuh dan menimbulkan trauma. Jika perceraian adalah satu-satunya jalan, beri anak kesempatan untuk berbicara. Selain itu, ada baiknya orang tua selalu mendampingi anak dalam mengalami hal sulit ini sehingga anak tidak merasa ditinggalkan.
Nurimah Kurniasih
Politeknik Negeri Jakarta
Sumber gambar: mayowynnebaxter.co.uk