Breaking

Post Top Ad

Your Ad Spot

04 November 2017

Selamatkan Bahasa Ibu Pertiwi

Baca Juga

Selamatkan Bahasa Ibu Pertiwi


MINDIS.ID - Ungkapan kids zaman now tengah menjadi tren di kalangan warganet. Hampir di semua berita terkait anak-anak atau remaja, selalu terselip ungkapan kids zaman now. Apabila diindonesiakan, artinya adalah “anak zaman sekarang”.

Penggunaan bahasa Indonesia di kalangan remaja saat ini hampir tidak ada yang benar. Dalam pergaulan anak muda saat ini, cenderung mencampur-adukkan bahasa Indonesia dengan bahasa asing. Bagi mereka, bahasa Indonesia terlalu formal untuk digunakan dalam keseharian.

Tidak hanya di kalangan anak muda, di beberapa media online pun demikian. Seharusnya, media menyajikan berita dengan bahasa yang baik dan benar. Akan tetapi, faktanya, media cenderung menggunakan bahasa yang sedang tren di kalangan masyarakat. Tidak jarang, media online juga  menggunakan bahasa yang berlebihan pada judul mereka. Padahal, judul yang mereka tampilkan tidak ada kaitannya sama sekali dengan isi berita. Hal itu semata-mata hanya untuk menarik pembaca.

Jika melihat di media sosial, akan ada banyak sekali tulisan yang menggunakan bahasa Indonesia kurang baik seperti ungkapan kids zaman now tadi. Selain itu, ada juga kata tercyduk yang aslinya bertuliskan “terciduk”. Arti terciduk menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sudah diambil untuk ditahan. Ungkapan asing seperti LOL yang berarti tertawa keras dan triggered yang berarti terpicu untuk marah, juga sering digunakan. Baik secara bahasa maupun gramatikal, ungkapan tersebut bukanlah bahasa Indonesia.

Masih ingatkah peristiwa 28 Oktober 1928 yang dikenal dengan Sumpah Pemuda? Dalam peristiwa tersebut, berhasil dirumuskan tiga poin penting yang melambangkan persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia. Persatuan itu juga yang akhirnya membawa Indonesia menjadi negara merdeka. Tiga poin tersebut meliputi mengaku bertanah air Indonesia, berbangsa Indonesia, dan berbahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia dimasukkan dalam salah satu poin Sumpah Pemuda karena bahasa Indonesia merupakan salah satu alat pemersatu bangsa. Terlebih, Indonesia terdiri dari ribuan suku bangsa dengan keragaman bahasanya. Tanpa ditetapkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, sudah tentu perjuangan masyarakat Indonesia tidak akan pernah bersatu dan bukan tidak mungkin negara kita masih dijajah hingga saat ini.

Sebagai bahasa nasional juga bahasa negara, bahasa Indonesia wajib digunakan dalam segala kegiatan resmi kenegaraan. Demikian pula di semua jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa pengantar. Hal itu dimaksudkan agar bahasa Indonesia dapat berkembang secara wajar di tengah masyarakat pemakainya. Selain itu, upaya tersebut diharapkan dapat menjadi perekat persatuan suku yang ribuan jumlahnya menjadi satu bangsa yang besar, yakni bangsa Indonesia.

Namun, bahasa Indonesia sudah semakin merosot penggunaannya karena harus bersaing dengan bahasa asing lain seperti bahasa Inggris, Jepang, Korea, Prancis, Jerman, dan lain-lain. Bahkan anak muda cenderung lebih bangga ketika fasih dalam bahasa asing karena dianggap lebih cerdas dan gaul. Selain itu, banyak keluarga yang menerapkan bahasa asing, seperti bahasa Inggris dan Cina, sebagai bahasa keseharian mereka.

Kehadiran sekolah berbasis internasional di Indonesia, terutama di ibu kota, menyebabkan sekolah tersebut menggunakan bahasa asing sebagai pengantar sehari-hari. Akibatnya, banyak terselip ungkapan asing dalam bahasa Indonesia sehari-hari.

Banyak orang yang beranggapan bahwa bahasa Indonesia lebih cocok digunakan pada saat sedang mengikuti acara-acara formal seperti saat berpidato dan menyampaikan ceramah. Hal ini cukup memprihatinkan bagi bangsa Indonesia. Jika bahasa Indonesia saja kurang dibanggakan oleh rakyatnya, maka bagaimana bangsa Indonesia akan mengembangkan kekayaan lain yang dimilikinya? Lalu untuk apa para pejuang terdahulu memperjuangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu?

Fenomena ini memunculkan pandangan di kalangan muda bahwa bahasa Indonesia sudah ketinggalan zaman dan mulai ditinggalkan bangsanya sendiri. Dampak buruk yang dapat dirasakan langsung adalah menurunnya nilai kesopanan remaja ketika berbicara dengan orang yang lebih tua. Dampak tidak langsungnya adalah merusak bahasa nasional kita sendiri. Mungkin, beberapa tahun ke depan, kita masih bisa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Akan tetapi, bagaimana dengan 50 tahun yang akan datang? Apakah bahasa Indonesia masih bisa bertahan? Atau akan hilang “ditelan” bahasa gaul?

Menguasai bahasa asing di era globalisasi seperti saat ini menjadi suatu kebutuhan untuk bisa bersaing di kancah global. Jadi, tidak masalah jika masyarakat Indonesia belajar menguasai bahasa asing. Hanya saja, perlu diperhatikan, sekeras apa pun kita mempelajari bahasa asing, jangan sampai melupakan bahasa sendiri, bahasa Tanah Air, bahasa kebanggaan, bahasa pemersatu, yakni bahasa Indonesia. Jangan sampai bahasa Indonesia mengalami kepunahan akibat semakin berkurangnya pengguna bahasa Indonesia.

Sebagai kaum muda yang akan meneruskan generasi bangsa, seharusnya kita lebih bangga terhadap bahasa Indonesia. Jangan takut untuk menjadi pemuda yang tidak gaul hanya karena menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa keseharian. Justru, pemuda yang hebat adalah pemuda yang mencintai bangsanya.

Seluruh generasi harus mampu mempertahankan keberadaan bahasa Indonesia agar jati diri bangsa tetap kuat. Keputusan pemerintah mewajibkan bahasa Indonesia di setiap jenjang pendidikan merupakan salah satu langkah tepat untuk melestarikan bahasa. Lalu, harus bagaimana kaum muda dapat melestarikan bahasa Indonesia? Caranya mudah, kita dapat mulai membiasakan diri menggunakan bahasa yang baik dan benar dalam keseharian, baik secara lisan maupun tulisan. Dari hal kecil, kita dapat memberikan dampak positif cukup besar. Dengan begini, bahasa Indonesia akan terus terjaga kelestariannya.

Bahasa Indonesia memiliki sejarah penting dalam menyatukan bangsa. Jadikanlah bahasa Indonesia sebagai jati diri kita, sebagai identitas kita. Cintailah bahasa Indonesia, bahasa Ibu Pertiwi.


Nurimah Kurniasih
Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta

Sumber gambar: suarakita.org

Post Top Ad

Your Ad Spot

Halaman