Baca Juga
DI ERA yang modern seperti
sekarang ini, masih saja banyak pria yang masih memiliki pemikiran
konvensional, yaitu tidak memperbolehkannya pasangannya bekerja atau mengharuskan
pasangannya menjadi ibu rumah tangga. Pasalnya, beberapa pria ini merasa
eksistensi dan kreadibilitasnya sebagai seorang pria dipertanyakan jika
pasangannya harus bekerja, bahkan dapat memperoleh pemasukan yang lebih besar
serta posisi yang lebih tinggi.
Di era emansipasi ini, pandangan-pandangan seperti ini seharusnya sudah tidak ada lagi. Apalagi konsep pemikiran
soal wanita adalah wanita yang lemah, patut untuk dilindungi oleh kaum pria,
serta hidupnya yang bergantung pada pria. Para penganut paham feminisme yakin
bahwa perempuan bisa melakukan hal yang sama, memperoleh hal yang sama, serta
kedudukan yang sama dengan kaum pria. Jika hari ini RA Kartini masih hidup,
mungkin ia dengan lantangnya memilih untuk menjadi “wanita karier”. Oleh karena
itu, menjadi wanita karier bisa menjadi sebuah opsi yang sangat memungkinkan
bagi seorang wanita yang ingin membentuk masa depannya sendiri.
Banyak pria beranggapan bahwa
jika pasangannya menjadi seorang wanita karier, maka siapa yang nantinya akan
mengurus anak? Anak akan terbengkalai dan kurang akan kasih sayang. Ini
pemikiran yang menurut saya sangat picik. Anak adalah tanggung jawab bersama,
bukan satu orang tua saja. Oleh karena itu, sang ayah juga harus berpartisipasi
aktif dalam tumbuh kembang sang anak, bukan hanya menyerahkan tugas pada sang
ibu. Lagi pula, menjadi seorang wanita karier bukan berarti melupakan hakekatnya
sebagai seorang ibu bukan? Tetap saja tugas-tugas pokok sebagai seorang ibu harus
tetap dilakukan.
Menurut pandangan saya, ibu yang
bekerja dapat membentuk karakter anak yang lebih kuat di bandingan dengan ibu
yang hanya berdiam diri saja di rumah. Pasalnya, ibu sebagai seorang wanita
karier harus selalu update dengan
perkembangan zaman dan hal ini yang akan diajarkan pula kepada anaknya. Anak-anak zaman sekarang ini memiliki pertumbuhan yang lebih cepat serta daya
tanggap yang lebih cepat dibandingkan dengan anak-anak pada masa lampau. Bayangkan,
jika ada sebuah teknologi baru yang dimengerti oleh sang anak tetapi tidak dipahami
oleh orang tuanya. Bisa menjadi suatu hal yang berbahaya bukan? Bagaimana pun, kontrol orang tua tetap harus ada. Ibu sebagai wanita karier yang notabene
memiliki wawasan luas tentu tidak boleh kehilangan fungsi kontrol terhadap sang
buah hati.
Selain itu, di era serba
teknologi seperti sekarang ini dapat menyulap barang-barang yang dulu
bukanlah kebutuhan pokok menjadi kebutuhan primer yang wajib untuk terpenuhi. Contohnya
seperti gadget ataupun komputer. Fakta
ini membuat orang tua harus bekerja ekstra keras untuk dapat membelikan barang
tersebut kepada anaknya. Realistisnya, kebutuhan ini akan tercukupi jika ada dua
orang yang produktif, bukan hanya sang ayah.
Walaupun begitu, memang tidak
dipungkiri bahwa menjadi seorang wanita karier juga memiliki dampak negatif,
yaitu berkurangnya waktu bersama keluarga. Akan tetapi, wanita yang hebat
adalah wanita yang dapat mengubah kekurangan menjadi sebuah kelebihan. Jadi, Karena
kurangnya waktu untuk bersama, setiap kali dapat berkumpul bersama akan menjadi
sebuah momen spesial. Singkatnya, apa pun alasannya, orang tua tetap harus
menyempatkan waktu untuk bersama dengan keluarga dan menghabiskan waktu
bersama. Sungguh bahagia bukan?
Sumber gambar:
Ahmad Hidayah
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Indonesia