Baca Juga
Di ujung malam di antara ribuan pertanyaan mengapa kaki ini sampai sejauh
ini melangkah, untuk mencari apa yang harus dicari. Tidak terasa usia saya
sudah beranjak dewasa, hampir 20 tahun. Kebanyakan, anak muda seusia saya mungkin
masih bisa bercengkerama dengan keluarga sambil makan bersama di satu meja. Akan
tetapi, ada juga yang memilih jalan hidup seperti saya.
Setelah lulus SMK, saya lebih memilih mengadu nasib di tanah Kalimantan.
Saya diajak bekerja oleh adik laki-laki dari ibu saya. Karena saya orang
Betawi, maka saya memanggilnya encing.
Kini, tepat dua tahun saya berada di sini. Ya, ribuan kilometer dari orang tua.
Saya bukan pemuda yang modis dan kekinian. Saya terlahir biasa saja, bukan
dari keturunan orang berada. Tapi saya bangga dengan orang tua saya yang sudah
menjaga dan mendoakan saya hingga saat ini.
Di malam yang kelam ini, entah mengapa, saya jadi teringat masa-masa ketika
saya masih SMK. Di hari pertama pendaftaran, saya sangat optimis untuk masuk
sekolah itu. Alhamdulillah, saya masuk sekolah itu tanpa kendala apa pun. Saya
masuk Jurusan Broadcasting, di mana jurusan itu berkaitan dengan penyiaran dan
dunia entertainment. Waktu itu, Jurusan
Broadcasting belum terlalu familier di kalangan masyarakat luas.
Seperti kebanyakan murid baru, saya mengalami masa orientasi siswa (MOS).
Di situ saya bertemu teman-teman sekelas yang super aneh. Banyak hal bodoh dan
kegilaan yang saya nikmati bersama mereka. Pernah pada suatu waktu, teman
sekelas saya dijemur di lapangan seharian. Hal itu karena kami bolos pelajaran
dan lebih memilih menonton teater. Memang, teater adalah ekstrakurikuler yang
populer di sekolah saya pada waktu itu. Terlebih, setiap murid Jurusan Broadcasting
diharuskan masuk ekstrakulikuler itu. Sayang, kini keberadaannya sudah redup
seiring berjalannya waktu.
Kemudian saya teringat ketika waktu istirahat datang. Saya dan teman-teman
menuju kantin, tentu untuk membeli makanan. Tapi yang dilakukan teman-teman
saya tidak seperti murid lainnya. Dari segerombolan teman saya, hanya satu
orang yang akan membeli makanan. Lalu teman saya yang lain akan langsung menyerang
makanan yang baru saja dibeli dengan jurus "tangan seribu". Ironis. Itu
sebabnya kami menamakan kumpulan aneh kami sebagai "kaum gorong-gorong".
Entah dapat dari mana nama aneh itu. Tapi tidak apa, yang penting kebersamaan
kami terjaga sampai saat ini dan mudah-mudahan sampai nanti.
Sebagai ABG, saya juga tidak luput dari yang namanya kisah asmara. Saat
kelas XI SMK, saya pernah jatuh hati kepada wanita, tepatnya adik kelas saya.
Saya coba memberanikan diri untuk meminta nomor HP-nya. Alhamdulillah, saya mendapatkannya.
Akhirnya, kami berkirim pesan lewat SMS. Semakin lama, saya semakin dekat
dengannya. Namun, selama berkomunikasi, dia selalu membalas pesan saya dengan
singkat. Saya jadi ragu untuk bisa mendapatkan hatinya.
Setiap malam, hati saya terasa tidak karuan. Namun, saya tidak mau terlena
dengan keadaan hati saya ini. Saya pun iseng bermain gitar. Terbesit di otak
ini, "Saya harus bikin lagu untuk
mendapatkan hatinya". Keinginan itu pun semakin menggebu-gebu.
Akhirnya, lagu pertama sukses saya ciptakan. Judulnya Perempuanku.
Kemudian saya kirimkan lagu itu kepada dia. Alhamdulillah, responsnya baik.
Dia menyukai lagu itu dan saya pun semakin percaya diri untuk mendapatkan hatinya.
Saya pun mengatur waktu dan memberanikan diri untuk mencurahkan isi hati saya.
Saya memintanya untuk tidak pulang buru-buru ketika bel akhir sekolah berbunyi.
Saya menghampirinya dengan hati yang penuh suka cita. Saya yakin, saya pasti
bisa memilikinya.
Akan tetapi, mimpi tak pernah seindah kenyataan. Setelah saya mengungkapkan
perasaan saya kepada dirinya, dengan singkat, dia menjawab, "Maaf, Kak, aku tidak bisa". Saat
itu juga, saya langsung menelan air liur saya dalam-dalam. Wajah ini berusaha
tersenyum untuk menutupi rasa kecewa saya. Saya merasa percuma telah
menciptakan lagu untuknya jika akhirnya seperti ini. Tapi saya tidak boleh
larut dalam kekecewaan. Saya yakin, dengan adanya lagu pertama ini, saya bisa
menciptakan lagu-lagu yang lain.
Hari berganti dan waktu terus berputar. Saya masih membayangkan wajah
wanita yang pernah ada di hati saya. Hal itu bahkan membuat saya tidak nyaman untuk
tidur di setiap malam. Terlebih, saya mendengar kabar bahwa kini dia sudah
memiliki kekasih. Parahnya, jika boleh saya bilang "parah", kekasihnya lebih
tampan dari saya. Rasanya, ini ingin sekali saya berteriak dari atap rumah dan mengeluarkan
seluruh keresahan diri serta hati yang berkeping-keping.
Dari keresahan hati ini, saya mencoba untuk menuangkannya dalam lagu. Lagu
kedua pun berhasil saya ciptakan. Lagu itu berjudul Lelah. Ya, saya “lelah” menunggu sesuatu yang belum pasti akan menjadi
milik saya. Saya mencoba memasukan lagu itu ke radio sekolah. Kebetulan, operator
radio itu adalah teman saya. Jadi, mudah bagi saya untuk me-lobby dan "memaksanya" memasukkan lagu
saya. Alhamdulillah, lagu saya disukai hampir seluruh warga sekolah. Itu menjadi
motivasi bagi saya untuk berkarya. Akhirnya, terciptalah lagu-lagu lain seperti
Angan, Hujan Mengerti, dan Bisu Merindu.
Setiap orang yang mendengar lagu saya, merespons baik lagu-lagu yang saya
ciptakan.
Dari situ saya belajar mengerti, memahami, dan meresapi sebuah kekecewaan
yang saya alami. Kekecewaan bukanlah suatu hal yang harus ditakuti. Akan
tetapi, kekecewaan bisa jadi motivasi untuk lebih baik lagi.
Hampir setiap malam saya merenung di tempat saya merantau ini. Apalagi ketika
malam tiba. Saya masih sering merindukannya hingga saat ini. Namun saya hanya
bisa melihatnya lewat media sosial miliknya. Malam semakin larut, tapi sudahlah,
malam terlalu kejam untuk melepas kata rindu.
Sekarang saya lebih fokus untuk mencari jati diri di perantauan. Bekerja
untuk menghasilkan benih-benih kesuksesan di masa depan. Saya kerja keras di sini,
karena saya sadar, pulang kampung itu tidak murah. Untuk bisa mencium tangan
orang tua saya, perlu biaya mahal. Saya akan pulang, dengan membawa kesuksesan.
Semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi pembaca.
Ubaidillah Urwah
Mahasiswa Universitas Ahmad Yani
Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan
Email: Ubaidillahurwah@gmail.com
Instagram: ubaidillahurwah
Sumber gambar: www.tumblr.com