Breaking

Post Top Ad

Your Ad Spot

27 October 2017

Pemimpin dan Persepsi Publik

Baca Juga



MINDIS.ID - Minggu lalu, saya ikut dalam sebuah diskusi yang diadakan oleh Partai HANURA dengan tema “Peluang Partai HANURA dalam Kontestasi Pemilu 2019”. Dalam acara Journalist Group Discussion ini, yang menjadi pembicaranya adalah Prof. Dr. Karim Suryadi, Guru besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan Hanta Yudha, Direktur Poltracking. 

Ada satu kalimat menarik yang diucapkan oleh Hanta Yudha, menurutnya pemimpin yang akan terpilih pada pemilihan umum 2019 mendatang adalah pemimpin yang dapat membentuk persepsi publik dan memanfaatkan persepsi publik itu untuk kepentingan pribadi dirinya. Pernyataan Hanta Yudha ini cukup menarik bagi saya. Saya menilai bahwa setiap orang yang berhasil menduduki kursi kepemimpinan adalah orang – orang yang berhasil membaca dan memanfaatkan persepsi publik.

Mari kita ambil contoh, Mahatma Gandhi dari India. Ia adalah seorang pejuang yang sangat anti terhadap pemerintah kolonial Inggris. Menurutnya India harus menjadi negara yang mandiri tanpa campur tangan bangsa asing. Ia merasakan ada kesamaan persepsi dengan rakyat India pada waktu itu, namun mereka tidak memiliki keberanian yang cukup untuk melakukan perlawanan. Akhirnya, Gandhi pun mulai melakukan serangkaian aksi yang menyulut semangat rakyat India, seperti gerakan pawai garam, mogok makan, mogok bekerja, dan mensosialisasikan untuk menggunakan produk dalam negeri. Gandhi yang bisa membaca keinginan merdeka rakyat India pada saat itu berhasil menjadi seorang pemantik semangat kemerdekaan dan digolongkan sebagai pemimpin kemerdekaan bangsa India.  

Sekarang mari kita membahas persepsi publik di era modern. Terpilihnya Abdurahman Wahid atau yang dikenal dengan Gus Dur sebagai presiden pasca reformasi di Indonesia karena keinginan persepsi publik pada saat itu untuk dipimpin oleh tokoh yang berasal dari kelompok islam. NU dan PKB berhasil membawa Gus Dur menduduki kursi orang nomor satu di Indonesia pada waktu itu.  

Demokrasi dan Persepsi Publik

Vox Populi Vox Dei, atau suara rakyat suara tuhan. Begitulah dalil para penganut demokrasi. Demokrasi memang mendewakan suara rakyat. Menurut mereka, suara rakyat mayoritas adalah suatu kebenaran yang harus diterapkan dan diperjuangkan. Kekuasaan ada di tangan rakyat, bukan segelintir orang. 

Saya dapat mengatakan bahwa persepsi publik disini sebagai suarasuara rakyat yang artinya juga suara tuhan. Benar apa yang dikatakan Hanta Yudha, di alam demokrasi, persepsi publik adalah sumber kekuasaan. Barang siapa yang berhasil menggenggam sumber kekuasaan tersebut dan memanfaatkannya, maka ia akan menjadi pemenang dalam kontestasi pemilu 2019 mendatang.

Persepsi Publik, terbentuk atau dibentuk?  

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah persepsi publik itu terbentuk dengan sendirinya ataukah dapat dibentuk oleh seseorang atau segelintir orang? Menurut Saya ini bisa saja terbentuk maupun dibentuk. Persepsi publik yang terbentuk dengan sendirinya misalnya mengenai konsepsi perubahan zaman. Dengan adanya kemajuan teknologi, persepsi yang terbentuk adalah pemimpin harus bisa memanfaatkan teknologi dan pro dengan kemajuan zaman. Soal kemajuan teknologi ini termasuk dalam konsepsi perubahan zaman tidak bisa dibuat – buat dan dibentuk. Ini adalah contoh persepsi yang terbentuk dengan sendirinya.

Selain itu, ada pula persepsi publik yang dibentuk saat ini. Masyarakat kini terbentur dengan 3 aliran pemikiran, yaitu aliran sipil, agama, dan militer. Para penganut aliran sipil adalah para pendukung petahana, yaitu presiden Joko Widodo.

Mereka merasa dekat dengan pemimpinnya karena berasal dari kelompok sipil yang berusaha untuk menghapus jarak antara pemimpin dan yang dipimpin. Marketing politik Joko Widodo adalah “tidak ada garis pemisah antar pemimpin dan rakyat”. Presiden Joko Widodo begitu ramah dengan rakyat, tidak segan untuk berjabat tangan dan mendengarkan keluh kesah mereka. 

Tidak hanya itu saja, presiden Joko Widodo juga menunjukan politik tegasnya. Ia tegas dalam menindak segala sesuatu yang menurutnya menyimpang. Misalnya dalam kasus bongkar muat di Tanjung Priok. Ia sangat marah ketika kunjungannya ke Tanjung Priok dan mengetahui bahwa proses bongkar muat yang berlarut – larut. Selain itu, ia bersama partainya PDIP  juga tegas dalam menindak kelompok masyarakat yang anti dengan pancasila. Ia dapat dilihat dari pengesahan PERPPU Ormas yang baru disahkan beberapa hari lalu. 

Aliran selanjutnya adalah militer. Tidak dipungkiri bahwa salah satu lawan kuat Joko Widodo pada pemilu mendatang berasal dari kelompok militer, yaitu Prabowo dan Gatot Nurmantyo. Mereka berusaha menghembuskan isu bahwa Indonesia berada pada posisi krisis dan perlu pengamanan dari pihak militer. Isu ini dihempaskan agar menggiring opini masyarakat untuk memilih calon dengan latar belakang militer. Selain itu, kelompok ini juga menggiring persepsi publik bahwa demokrasi Indonesia sekarang ini sudah kelewat batas dan perlu penegakan hukum yang tegas dan ketegasan selalu identik dengan militer.  

Yang ketiga adalah aliran Agama. Kelompok ini beranggapan bahwa sistem demokrasi adalah sistem buatan manusia dan sudah tidak dapat lagi digunakan. Karena letak kebenaran sejati ada pada tuhan sehingga perlu menggunakan hukum ketuhanan. Kelompok ini juga menghembuskan ide bahwa negara sudah sangat menyimpang dari ajaran – ajaran agama sehingga perlu dipimpin oleh pemimpin yang berasal dari golongan agama. 

Mengharapkan Pemimpin yang Tepat 

Saya percaya bahwa tidak ada yang disebut dengan zaman normal. Setiap zaman memiliki masalah dan tantangannya sendiri. Oleh karena itu, kebutuhan masyarakat saat ini tentu berbeda dengan tahun – tahun sebelumnya. 

Pemimpin yang saya harapkan di 2019 mendatang adalah pemimpin yang dapat melihat problematika rakyatnya dengan paradigma zaman sekarang. Tugas seorang pemimpin adalah membawa pengikutnya kejalan yang benar, kesejahteraan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi pengikutnya. Sedikit utopis memang, tapi saya tetap percaya dan mau untuk tetap percaya bahwa suatu saat akan lahir Satrio Piningit yang dapat membawa Indonesia kembali Berjaya. 


Ahmad Hidayah 
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Indonesia 

    
       

Post Top Ad

Your Ad Spot

Halaman