Baca Juga
Membangun dan memperkuat
kewarganegaraan bangsa dan kualitas hidup untuk masa kini dan masa depan sangat
bergantung pada pendidikan. Setiap kegiatan pendidikan memiliki kurikulum, dan
tempat kurikulum dalam kegiatan tersebut berubah dari waktu ke waktu untuk
mencerminkan dinamika masyarakat dan negara sebagai akibat dari kemajuan di
bidang sosial budaya, politik, ekonomi, agama, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Pendidikan karakter nasional di Indonesia berbeda dari
pengalaman kurikulum sebelumnya karena tidak melibatkan pengajaran Pancasila,
nilai-nilai, moral, atau karakter. Melalui pengajaran tentang mata pelajaran
sejarah, lebih banyak pengetahuan tentang Pancasila, moral, budaya,
nilai-nilai, dan karakter telah muncul. Pendidikan nilai, sebagai konsep dan
filsafat, berakar pada humanisme, progresivisme, dan rekonstruksi sosial. Ini
tidak dipandang sebagai "transfer pengetahuan" dengan cara yang sama
seperti esensialisme dan perenialisme, yang merupakan prinsip filosofis dari
zaman sebelumnya. Pendidikan didefinisikan sebagai "pendidikan bagi budaya
dan karakter bangsa" oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, yang mengatur
Sistem Pendidikan Nasional. Anak-anak secara aktif dibantu oleh pendidik, administrator,
dan anggota staf lainnya dalam menginternalisasi dan menghargai nilai-nilai
budaya.
Tujuan pendidikan karakter dan budaya nasional adalah
sebagai berikut: 1. Menumbuhkan rasa akuntabilitas dan kepemimpinan pada
anak-anak sebagai pemimpin masa depan negara, 2. Membina pertumbuhan murid
menjadi pribadi yang mandiri, imajinatif, dan sadar budaya, 3. Membangun
suasana belajar yang menyenangkan, kreatif, jujur, dan aman di kelas, 4.
Mengembangkan kapasitas emosional siswa sebagai manusia dan sebagai warga
negara dengan rasa identitas budaya dan kebangsaan , 5. Mendorong siswa untuk
mengembangkan kebiasaan dan sikap mengagumkan yang konsisten dengan nilai-nilai
budaya dan tradisi agama nasional. (IAARD, Puskur, 2010).
Mempelajari sejarah memiliki peran penting dalam membentuk rasa identitas nasional dan kasih sayang orang Indonesia terhadap negara mereka, serta dalam pengembangan karakter dan budaya nasional yang terhormat. Mengingat sifat konten yang diuraikan dalam Peraturan Menteri Pendidikan, kursus IPS yang memasukkan sejarah sebagai topik memiliki banyak potensi untuk mendorong pendidikan karakter. Terlepas dari kenyataan bahwa kurikulum sejarah hanyalah salah satu instrumen dalam orkestra pendidikan karakter, sumber daya pendidikan sejarah yang unik dan berharga memiliki kekuatan untuk memperkenalkan siswa ke negara dan tujuannya di masa lalu. Siswa dapat meneliti apa dan kapan, mengapa, bagaimana, serta apa sebab dan akibat yang muncul, melalui kuliah sejarah.
Menghafal nama tempat, nama tokoh sejarah, nomor tahun,
dan detail singkat adalah kebiasaan dalam hal materi dan topik sejarah di
Indonesia. Akibatnya, guru harus kreatif dalam menulis dan menyampaikan materi
sejarah sambil memastikan bahwa komponen kognitif dan afektif seimbang. Jika
inisiatif pemerintah untuk meningkatkan pendidikan karakter terhubung dengan
nilai-nilai afektif, pendidik perlu membuat kemajuan yang signifikan. Kurikulum
sejarah harus mencakup strategi pengajaran yang menarik minat siswa. Ini
menarik karena masih tergantung pada kaliber sumber sejarah sementara terikat
pada variabel kontekstual. Tujuan pendidikan masa lalu, yang terkait dengan
pengembangan karakter nasional, belum terpenuhi. Pada kenyataannya, ketika
sejarah dikaitkan dengan lorong-lorong sekolah, peran pengajaran sejarah
termasuk buku teks sejarah di sekolah dasar lebih ditekankan. Pendekatan dan
model pengajaran baru masih diperlukan di kelas untuk mengubah persepsi siswa
tentang materi yang dibacakan secara historis yang akhirnya dilupakan. (Anshori,
2014)
Dalam situasi ini, siswa harus memiliki kemampuan
berikut: kerja sama dan kepemimpinan, keterampilan digital dan literasi
teknologi, kemampuan penelitian dan pengumpulan data, kemampuan berpikir
kooperatif dan analitis, dan kemampuan komunikasi verbal dan nonverbal.
Memiliki bakat antarbudaya, emosional, spiritual, pemecahan masalah, dan
inovatif juga penting. Siswa yang memperoleh kemampuan ini akan lebih siap
untuk menangani kesulitan dan pergeseran yang datang dengan hidup di dunia
global dengan teknologi informasi yang terus meningkat. Kebanggaan dan kasih
sayang terhadap negara dapat dipupuk dengan mengacu pada identitas bangsa
Indonesia dengan mengakui dan menghargai perbedaan bahasa, budaya, dan sejarah
serta kesamaan. Di masa yang semakin rumit ini, mahasiswa diharapkan dapat
menjadi agen perubahan yang dapat membantu membangun identitas bangsa yang kuat
dan relevan serta kemahiran berbahasa Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar
mahasiswa mampu memperoleh kepekaan terhadap perkembangan global yang semakin
pesat dan memahami pentingnya kolaborasi internasional dalam menciptakan
identitas nasional yang berkarakter melalui kajian identitas nasional dan
bahasa Indonesia pada abad ke 21. (Santoso et al., 2023)
DAFTAR PUSTAKA
Anshori, S. (2014).
KONTRIBUSI ILMU PENGETAHUAN SOSIAL DALAM PENDIDIKAN KARAKTERKontribusi Ilmu
Pengetahuan Sosial dalam Pendidikan Karakter. Jurnal Edueksos, III(2),
59–76. https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=kontribusi+ilmu+pengetahuan+sosial+dalam+pendidikan+karakter&btnG=#d=gs_qabs&u=%23p%3DN6RFu2pmlPgJ
Hasan, S. H. (2012).
Pendidikan Sejarah untuk Memperkuat Pendidikan Karakter. Paramita:
Historical Studies Journal, 22(1), 81–95.
Santoso, G., Abdul
Karim, A., Maftuh, B., Sapriya, S., & Murod, M. (2023). Kajian identitas
nasional melalui misi bendera merah putih dan bahasa Indonesia abad 21. Jurnal
Pendidikan Transformatif ( Jupetra ), 02(01), 284–296.
Penulis :
Najma Nur Shadrina 202214500089 - R4A
Universitas Indraprasta PGRI