Baca Juga
MINDIS.ID - Sosok Fredrich Yunato dan Cepi Iskandar mulai ramai dibicarakan oleh masyarakat saat mereka menangani kasus Setya Novanto. Fredrich Yunato berperan sebagai pengacara dan Cepi Iskandar adalah hakim tunggal praperadilan Novanto terhadap KPK. Kedua sosok ini dapat dikatakan menjadi “penyelamat” Novanto.
Setya Novanto ditetapkan KPK sebagai tersangka pada 17 Juli 2017. Ia diduga ikut mengatur agar anggaran proyek Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (KTP-el) senilai Rp5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR. Selain itu, Novanto diduga mengondisikan pemenang lelang dalam proyek KTP-el saat ia menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar.
Bersama Andi Narogong, Novanto diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp2,3 triliun. Atas penetapan tersebut, ia bersama pengacaranya mengajukan gugatan praperadilan.
Pada 29 September 2017, status tersangka Setya Novanto dinyatakan gugur. Keputusan ini terjadi setelah Cepi Iskandar, hakim tunggal sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan penetapan Novanto sebagai tersangka korupsi proyek KTP-el tidak sah. Kemenangan Setya Novanto dalam praperadilan ini tidak lepas dari sosok hakim tunggal Cepi Iskandar dan tentu saja pengacara Fredrich Yunato.
Hakim Cepi Iskandar merupakan hakim senior yang bertugas di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Sebelum bertugas di PN Jaksel, Cepi menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Purwakarta, Jawa Barat. Sebelumnya, Cepi juga pernah bertugas di beberapa daerah, di antaranya PN Depok dan PN Bandung, Jawa Barat. Sejak Agustus 2016, pria kelahiran 15 Desember 1959 itu mendapat sertifikasi sebagai hakim tindak pidana korupsi.
Selain menangani kasus Novanto, Cepi pernah menangani kasus yang berkaitan dengan KPK dan kasus praperadilan lainnya. Ia pernah memimpin persidangan bagi terdakwa mantan Direktur PLN Lampung Hariadi Sadono dalam perkara korupsi pengadaan alat Customer Information System (CIS). Ia juga yang menangani perkara praperadilan atas penetapan tersangka CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo oleh Bareskrim Polri.
Kepala Humas PN Jaksel Made Sutrisna mengatakan, alasan pengadilan memilih Cepi menjadi hakim dalam kasus Setya Novanto karena dinilai pas. Selain itu ia juga dinilai sebagai hakim senior di PN Jaksel.
Menurut Made, Cepi cukup teruji untuk penanganan kasus-kasus praperadilan yang besar. Jika dilihat dari pengalaman sebelumnya menunjukkan Cepi dapat menangani perkara secara baik dan putusannya tidak menimbulkan gejolak apa pun. Namun, Indonesia Corruption Watch mengungkap ada sejumlah kejanggalan yang dilakukan Hakim Cepi selama praperadilan berjalan.
Sosok lain dibalik “penyelamat” Setya Novanto adalah Fredrich Yunadi. Fredrich Yunadi merupakan pengacara yang sudah mempunyai kiprah panjang dalam dunia hukum. Ia memiliki kantor advokat bernama Yunadi & Associates. Didirikan sejak 1994 bersama 12 rekannya, kantor advokat ini juga didukung oleh 25 Hakim Mahkamah Agung, pengadilan tinggi, polisi, dan ahli-ahli hukum sebagai rekan.
Sebelum kasus Novanto, ada beberapa kasus yang berhasil ditangani oleh Fredrich. Di antaranya kasus direksi Bank EXIM (1998), Kasus sengketa kepemilikan RS Sumber Waras (1999), PT Inter World Steel Mills Indonesia (2000), dan pembebasan tersangka korupsi Wakil Ketua DPRD Sidoarjo (2004).
Fredrich pernah mencalonkan diri sebagai komisioner KPK pada 2010. Ia berhasil menjadi satu dari 12 kandidat Calon Ketua KPK, dan sempat menjalani fit & proper test pada 4 Agustus 2010. Namun, ia gagal menjadi salah satu komisioner KPK periode 2011-2015.
Dalam menangani kasus Novanto, Fredrich berperan besar. Ia bahkan pernah mengancam akan memidanakan pimpinan KPK apabila kliennya kembali ditetapkan sebagai tersangka. Ia menganggap KPK menetapkan Novanto sebagai tersangka pada kasus pengadaan KTP-el kemarin tidak berdasarkan ketentuan KUHAP. Menurutnya, saksi yang dihadirkan bukan yang melihat dan mendengar langsung tindak pidana korupsi yang dituduhkan.
Hingga saat ini, Fredrich masih menangani kasus Setya Novanto yang masih berlanjut karena KPK kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka. Penetapan ini diumumkan oleh Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (10/11).
(dikutip dari berbagai sumber)
Syifa Hoirunnisa
Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta
Sumber Gambar: tajuk-indonesia.com