Baca Juga
MINDIS.ID - Indonesia semakin membuktikan prestasinya di kancah dunia. Sebut saja, empat pelajar Indonesia yang mengikuti kejuaraan debat tingkat dunia serta Demian yang sukses memperlihatkan kemampuan sulapnya di ajang America’s Got Talent. Walaupun dua hal ini telah mampu mengharumkan nama Indonesia, sayangnya, tidak hanya pujian yang mereka dapatkan, banyak kritikan pedas bahkan cemooh yang dilontarkan oleh warganet.
Alih-alih mendapat pujian, empat pelajar Indonesia yang berhasil membuktikan prestasinya dalam kejuaraan debat itu malah mendapat komentar soal gaya berpakaian yang dikenakan oleh pelajar putri. Bahkan, ada yang mengatakan pakaian tersebut terlalu terbuka sehingga tampak seperti penari club bar.
“Anda berdebat mewakili negara sedangkan pakaian Anda saja layak diperdebatkan,” ujar salah satu warganet.
Ada yang menambahkan, “Lomba debatnya tak masalah, tapi agak kontras, pakaian yg putri di foto itu, mau debat atau penari club bar?”
Bukan hanya soal pakaian, ada juga warganet yang mempersoalkan lomba debat tersebut dengan berkomentar, “Apa yang diharapkan dan dibanggakan dari TUKANG DEBAT?”
Tak hanya para peserta debat, Demian pun mengalami hal yang sama. Aksinya di ajang America’s Got Talent banyak mendapatkan kritik pedas dari warganet. Kritikan itu banyak dilontarkan di kanal YouTube yang menampilkan aksi Demian. Selain itu, komentar tersebut juga tersebar di berbagai media sosial.
Ada yang berkomentar, “Pesulap lebay”,“Gue pengen siram istri Demian pake garem biar ga lebay lg”. Ada pula komentar yang mengatakan bahwa sulap Demian hanyalah sebuah kebohongan yang triknya bisa diungkap.
Dari kedua contoh di atas, bisa dilihat bagaimana warganet terus melihat ‘sisi buruk’ tanpa mempertimbangkan prestasi-prestasi yang diraih. Hal-hal seperti ini seharusnya dapat dihilangkan. Seyogianya kita dapat mengapresiasi dan membanggakan prestasi-prestasi yang yang telah diraih di kancah dunia.
Jika hal seperti ini terus berlanjut, alhasil, akan banyak generasi muda Indonesia yang malah takut memperlihatkan potensi mereka. Mengapa? Karena bukan hanya pujian, kekurangan mereka juga akan dilihat dan dinilai melalui komentar-komentar pedas bahkan cemoohan di media sosial.
Pada dasarnya, tidak ada prestasi yang sempurna. Akan selalu ada kekurangan yang mengikuti di setiap prestasi yang dimiliki. Jangan sampai, sebuah prestasi kehilangan apresiasi hanya karena kesalahan yang tak sengaja terjadi. Tentu saja, hal ini akan mengingatkan kita pada sebuah peribahasa; karena nila setitik, rusak susu sebelanga.
Cyberbullying Berdampak Depresi
Komentar-komentar pedas seperti yang didapatkan Demian dan empat pelajar Indonesia di atas, dapat dikategorikan sebagai intimidasi dunia maya (cyberbullying). Kebiasaan mengejek di internet, khususnya di media sosial, dapat berdampak buruk terhadap korban. Dampak ini bahkan bisa lebih fatal jika terjadi kepada korban yang masih berusia anak-anak dan remaja.
Penelitian yang dibahas oleh Growing Up Online-Connected Kids yang dilakukan Kaspersky Lab serta iconKids & Youth menunjukkan bahwa 7 dari 10 kasus cyberbullying memberikan konsekuensi traumatis kepada korban. Tidak hanya itu, 25% orang tua menyatakan bahwa hal ini telah mengganggu pola tidur anak mereka, bahkan menyebabkan mimpi buruk.
Komentar pedas yang terus-menerus dilakukan, akan membuat korban merasa terbebani dan takut. Tak jarang, korban lebih memilih untuk menutup diri dan tidak memberitahukan kasus yang mereka alami ini kepada siapa pun, hingga akhirnya berdampak pada depresi.
Stop Cyberbullying!
Sebagai warganet yang baik, sudah sepatutnya kita menahan diri untuk tidak berkomentar pedas atau cenderung mengejek. Tanamkan pada diri kita untuk terus berpikir positif dan tidak melihat sesuatu hanya pada satu sudut pandang saja. Jangan pernah merasa paling benar, dan bayangkan, apa jadinya jika kitalah yang kemudian menjadi korban dari cyberbullying tersebut.
Kita harus bisa mengapresiasi setiap prestasi generasi muda Indonesia. Tak perlu melihat dan mempermasalahkan kekurangannya. Saya yakin, jika komentar-komentar pedas ini dikurangi, banyak generasi muda yang percaya diri untuk memperlihatkan bakat dan potensinya tanpa perlu takut diejek dan dihujat. Hal ini tentu saja akan mengurangi dampak depresi akibat intimidasi di internet.
Syifa Hoirunnisa
Politeknik Negeri Jakarta
Politeknik Negeri Jakarta
Sumber gambar: k12teacherstaffdevelopment.com