Baca Juga
Televisi merupakan salah satu hiburan utama bagi masyarakat Indonesia. Tayangan-tayangan yang disajikan stasiun televisi lokal maupun nasional tentunya menjadi pengisi rasa bosan dan suntuk para penontonnya. Keberadaan televisi yang cukup penting inilah yang membuat stasiun televisi saling bersaing demi mendapat perhatian pemirsa.
Sayangnya, persaingan antarstasiun ini dirasa semakin menurun dengan konten tayangan yang tidak memberikan manfaat yang banyak. Selain sebagai hiburan, tentu saja tayangan televisi harus mendidik dan bermanfaat. Hal inilah yang harus menjadi sorotan stasiun televisi, bukan hanya rating semata.
Kebanyakan stasiun televisi mementingkan rating yang bagus atau tinggi dari para pemirsa. Meski rating menjadi salah satu hal yang penting, tentu kualitas tayanganlah yang menunjang seberapa tinggi rating tersebut. Permasalahan ada pada saat stasiun televisi menyajikan tayangan dengan kualitas rendah, namun rating yang tinggi. Sementara tayangan edukasi yang lain malah memiliki rating yang rendah sehingga berakhir dengan penghentian penayangan.
Sebagai contoh, sinetron Indonesia yang tentu menarik perhatian berbagai kalangan. Kepopuleran sinetron Indonesia harus diikuti dengan kualitas sinetron yang baik pula. Tak jarang ditemui adegan-adegan dalam sinetron yang seharusnya tidak ditayangkan malah dipertontonkan. Entah dengan alasan apa, adegan yang seharusnya tidak layak tayang ini seperti sengaja dimasukkan ke dalam sinetron.
Selain itu tayangan seperti talk show yang juga memiliki banyak penggemar harus diperhatikan, terlebih dari sisi konten dan pembawa acara. Pembawa acara sangat penting karena menjadi ikon dan ciri khas acara tersebut. Pembawa acara juga seharusnya dipilih dengan cermat karena harus memiliki wawasan luas serta penampilan yang baik. Sering kali ditemui kesalahan-kesalahan fatal karena pembawa acara yang 'khilaf' akan ucapannya membuat acara tersebut diberiperingatan atau sampai sanksi. Begitu pula halnya dengan acara komedi dan hiburan lainnya.
Jam tayang yang tepat pun harus menjadi fokus utama. Penayangan sinetron dan film harus disesuaikan dengan batasan usia dan kelayakan tayangan tersebut. Masih banyak acara televisi yang seharusnya menjadi sajian untuk orang-orang dewasa, namun berada di jam tayang yang bisa ditonton oleh anak-anak.
Meski KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) sudah membatasi dan mengatur tayangan televisi dengan cukup ketat, nyatanya masih ada saja yang lolos tayang menjadi konsumsi publik. Sinetron dirasa menjadi salah satu tayangan yang memiliki banyak permasalahan. Nilai moral yang seharusnya terkandung dalam sinetron kadang tak begitu kentara dan hanya menyajikan drama-drama tidak masuk akal. Terlebih penayangannya di jam rawan anak-anak menonton televisi.
Tak sedikit anak-anak yang jadi korban akan cerita sinetron yang seharusnya bukan menjadi tayangan hiburan mereka. Penceritaan seperti remaja yang kebut-kebutan atau balapan liar dalam sinetron lalu masuk dan membentuk pola pikir anak yang salah kalau hal tersebut ‘keren’. Pun begitu dengan sinetron yang lekat dengan cerita perselingkuhan yang tiada habisnya.
Penurunan kualitas tayangan televisi ini tentu membuat dampak secara langsung ataupun tidak langsung bagi para penontonnya. Stasiun televisi dan pihak-pihak terkait harus memperhatikan tayangan sebelum disajikan kepada masyarakat luas. Begitu pula halnya dengan pengelola stasiun televisi juga KPI. Jangan sampai hanya karena rating, tayangan yang seharusnya mendidik malah membuat penonton menjadi salah didik.
Selain pihak-pihak tersebut, tentu saja masyarakat jugalah yang harus teliti memilih tayangan televisi untuk dikonsumsi. Memberikan tayangan edukasi kepada anak dirasa lebih diperlukan daripada sinetron yang masih diluarjangkauan pemikiran anak. Pengawasan orang tua serta pilihan masing-masing individu kembali menjadi solusi terakhir untuk meminimalisasi tayangan tidak bermutu di televisi.
Suroyya Rufaidah
Politeknik Negeri Jakarta
Sumber gambar : www.merdeka.com