Breaking

Post Top Ad

Your Ad Spot

20 October 2017

Menjaga Hal Baik dan Memperbaiki Yang Belum Baik: Lawan Korupsi!

Baca Juga



Hari kedua Anies-Sandi menjabat, warganet masih dihebohkan dengan persoalan penggunaan kata “pribumi” oleh orang nomor satu di DKI yaitu Anies Baswedan. Namun, warga Jakarta juga harus mengawal pemerintahan baru ini ke masalah utama yang seolah tidak kunjung selesai di birokrasi: *korupsi.*

“Gara-gara semua orang ramai mengomentari banyak isu yang ramai di media sosial, isu korupsi jadi sulit masuk. Padahal ini sangat krusial.” ungkap *Donal Fariz, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW)* di acara diskusi oleh *Partai Solidaritas Indonesia DKI Jakarta* pada Selasa malam (18/10).

APBD DKI Jakarta merupakan sumber mata air terbesar yang rawan dijadikan lahan korupsi. Hal ini karena APBD DKI Jakarta merupakan yang terbesar se-Indonesia, tahun lalu saja APBD-nya mencapai 70,19 Triliun Rupiah.

Dalam diskusi bertajuk _“Menjaga Hal Baik dan Memperbaiki Yang Belum Baik: Lawan Korupsi!”_ tersebut, Donal menjelaskan betapa rusaknya sistem korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum yang memiliki jabatan birokrasi di DKI. Misalnya saja dalam kasus pengadaan UPS (Uninterruptible Power Supply) yang menjerat pejabat dari tingkat legislatif (DPRD) sampai eksekutif (Dinas Pendidikan DKI Jakarta) tahun 2014 silam.

“Ini yang harus diwaspadai. Untuk itu, sistem e-budgeting harus tetap dijalankan bahkan lebih baik lagi. Sistem elektronik inilah yang mengurangi korupsi di DKI. DKI sudah menjadi pioneer dalam e-budgeting dan pemberantasan korupsi. Dan jelas ini sudah menjadi partokan tersendiri bagi warga Jakarta.” pungkasnya.

Sistem e-budgeting ini juga sangat bermanfaat bagi warga untuk mengawal anggaran di daerahnya, agar bisa terpantau dengan jelas penggunaannya. Tapi, karena sistem penutupan sumber korupsi ini  — yaitu APBN, jadi banyak yang melawan dan geram. Hal ini menjadi peer tersendiri bagi Anies-Sandi untuk berani melawan oknum yang tidak senang tersebut.

“Di kota Surabaya, setiap warga dengan hanya bermodalkan NIK bisa langsung tahu kegiatan apa saja yang ada di pemerintahan. Di DKI Jakarta sudah begitu, kedepannya ini menarik untuk terus dilaksanakan. Agar warga DKI juga bisa tahu perencanaan kota dan juga memantau kinerja pemerintah terhadap realisasi perencanaan anggaran.” jelas *Dani, Kepala Bidang Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).*

Anies-Sandi masih akan dihadapi oleh berbagai polemik korupsi seperti permainan anggaran daerah dan konflik kepentingan. Hal ini menjadi tantangan utama warga Jakarta, agar jangan sampai anggaran yang harusnya dibangun untuk mensejahterakan rakyat malah dinikmati oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.

Tantangan konflik kepentingan sendiri akan dihadapi oleh Sandiaga Uno karena beliau merupakan seorang pengusaha. DKI Jakarta sendiri menyerahkan pengelolaan air daerah ke sektor swasta yang terwujud dalam pembuatan Perjanjian Kerja Sama (PKS) pada 6 Juni 1997. Namun, di bawah Mahkamah Agung telah mengabulkan gugatan warga negara untuk menghentikan swastanisasi air di Jakarta beberapa hari lalu.

“Kita tahu Pak Sandi memiliki saham di PT Aetra Air Jakarta — perusahaan yang mengelola air di Jakarta. Saat ini, Pemprov DKI akan mengelola airnya sendiri, tidak diserahkan lagi ke swasta. Kita harus lihat juga bagaimana beliau menjaga unit-unit bisnisnya agar tidak bersinggungan dengan politik.” lanjut Donal.

Sandiaga Uno sendiri mengaku sudah melepas saham PT Aetra Air Jakarta karena tak ingin ada konflik kepentingan ketika resmi menjabat untuk mencegah potensi KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Pengawalan warga Jakarta masih dibutuhkan agar birokrasi Pemprov DKI tetap bersih dan lebih baik lagi dari masa kepemimpinan Ahok-Djarot.

*Nicky Rosadi 

Post Top Ad

Your Ad Spot

Halaman