Baca Juga
MINDIS.ID - Saat ini, kafe dan restoran siap saji selalu dipenuhi orang-orang terutama anak muda. Kebanyakan dari mereka hanya sekadar nongkrong, membicarakan banyak hal hingga lupa waktu. Kebiasaan nongkrong telah melekat di kalangan remaja, terutama di kota besar seperti Jakarta.
Di Jakarta, kebiasaan nongkrong telah melekat pada keseharian kaum muda. Lokasi yang strategis, kisaran harga makanan/minuman yang tidak terlalu mahal dan tempat yang nyaman menjadi alasan utama kaum muda memilih kafe dan restoran cepat saji sebagai tempat tongkrongan ketimbang di mal-mal. Suasana santai dan nyaman pun menjadi daya tarik tersendiri.
Menurut penelitian The Nielsen Regional Retail Highlights, ramainya kaum muda mengunjungi resto-resto seperti itu karena konsep tempat dianggap sesuai dengan gaya hidup orang Indonesia, khususnya ibukota Jakarta.
Di Indonesia, budaya nongkrong terlihat sebagai budaya pemalas dan hanya membuang-buang waktu.Nongkrong juga dapat mengubah gaya hidup seseorang menjadi cenderung lebih konsumtif. Ada pula yang nongkrong hanya untuk mempertahankan eksistensi di kalangan sosialnya. Terkadang nongkrong bisa membuat lupa waktu, hal itu bisa berakibat buruk bagi kesehatan. Sisi negatif lain nongkrong yaitu apabila terlalu sering berlama-lama di tempat nongkrong, maka akan ada banyak waktu terbuang di tempat itu.
Nongkrong mendapat konotasi negatif. Biasanya, istilah ini kerap melekat pada sekumpulan orang yang berkumpul, tanpa melakukan sesuatu yang produktif. Padahal, nongkrong tidak selalu identik dengan hal-hal yang negatif. Dengan nongkrong orang bisa berinteraksi dengan orang lain, mendapatkan relasi baru dan juga banyak teman baru.
Meskipun budaya nongkrong dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang, budaya nongkrong tetap eksis menjadi bentuk ekspresi keberagaman masyarakat di kala mengisi kekosongan waktu.
Bagi Nurul, seorang pelajar SMA di Jakarta, nongkrong menjadi kegiatan rutin kesukaannya setiap Jumat sepulang sekolah. Ia mengatakan, mengobrol santai sambil menikmati makanan dapat membantunya menghilangkan stres karena pelajaran di sekolah. Ia terkadang juga nongkrong sambil mengerjakan tugas-tugasnya.
Jika melihat secara sekilas, nongkrong terlihat sebagai budaya yang penting namun bisa menjadi potensi yang luar biasa, apabila isi dari obrolan-obrolan yang dibicarakan itu menghasilkan dan memunculkan ide-ide yang bisa memberikan dampak bagi kemajuan bangsa Indonesia.
Kita dapat mengambil contoh dari betapa cepatnya perkembangan dunia stand up comedy sekarang ini. Stand up comedy juga berasal dari obrolan-obrolan santai oleh beberapa anak muda yang ingin mencoba mengembangkan seni ini di Indonesia. Sekarang hampir di setiap kota di Indonesia memiliki komunitas stand up comedy sendiri.
Baik atau buruknya budaya nongkrong tergantung ke pelakunya. Apabila nongkrong hanya untuk membicarakan hal-hal negatif seperti bergosip atau menghabiskan waktu, tentu akan sia-sia dan lebih baik dilakukan untuk hal lain yang lebih bermanfaat.
Lain cerita apabila nongkrong dimanfaatkan untuk saling berbagi informasi yang bermanfaat. Oleh karena itu, kaum muda kiranya mampu mengolah kebiasaan nongkrong, tidak hanya sebagai media untuk menghibur diri sesaat, tetapi juga mampu menjadikan kebiasaan nongkrong sebagai sarana untuk tukar pikiran, menambah wawasan, dan membicarakan masalah yang sedang dihadapi bangsa sambil mencari solusinya.
Belajar dapat dilakukan di mana saja, termasuk di kafe atau restoran. Ide-ide cerdas tidak selalu muncul di ruang-ruang formal seperti di ruang kelas atau ruang seminar, tetapi tak jarang gagasan cemerlang itu bermula dari ruang-ruang santai seperti kafe atau warung kopi.
(dikutip dari berbagai sumber)
Nurimah Kurniasih
Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta
Sumber Gambar: direktori-bisnis.com