Baca Juga
Gambar Oleh: Noni Citra Oktavia
Berdasarkan
laporan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), lebih dari setengah
guru di Indonesia adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu sebanyak 1.520.354
orang atau 52% dari total jumlah guru. Namun, masih ada 48% guru yang bukan
PNS, yang kesejahteraannya perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah. Di
antara mereka, terdapat 704.503 guru honorer di sekolah, yang setara dengan 24%
dari total guru. Selain itu, ada 401.182 guru tetap yayasan (GTY). Di tingkat
kabupaten/kota, terdapat 141.724 guru tidak tetap (GTT), dan di tingkat
provinsi terdapat 13.328 GTT. Terakhir, ada 3.770 guru bantu pusat. Guru
non-PNS seringkali tidak mendapatkan kesejahteraan yang memadai, yang dapat
mempengaruhi kualitas pengajaran mereka (Jayani, 2022). Jumlah guru
honorer yang signifikan ini menyoroti tantangan besar dalam sistem pendidikan
Indonesia. Meskipun mereka memainkan peran penting dalam menyediakan pendidikan
bagi jutaan siswa, kondisi kerja mereka sering kali jauh dari kata ideal.
Ketidakpastian status pekerjaan, gaji yang rendah, dan kurangnya tunjangan
serta jaminan sosial adalah beberapa masalah utama yang dihadapi oleh guru
honorer.
Secara umum di Indonesia, regulasi
spesifik mengenai gaji guru honorer belum tersedia, berbeda halnya dengan guru
PNS yang gajinya telah diatur secara nasional melalui undang-undang. Akibatnya,
pendapatan guru honorer cenderung bervariasi antar daerah dan institusi
pendidikan. Salah satu rujukan yang dapat digunakan adalah Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 83/PMK.02/2022, yang mengatur besaran honorarium untuk berbagai
jenis pekerjaan, termasuk tenaga pengajar non-PNS. Peraturan ini membagi guru
honorer menjadi dua kategori: yang berasal dari luar dan dalam satuan kerja
penyelenggara. Untuk kategori pertama, honorarium ditetapkan sekitar Rp300 ribu
per mata pelajaran, sementara kategori kedua sekitar Rp200 ribu. Dengan
demikian, estimasi penghasilan bulanan guru honorer berkisar antara Rp1,5 juta
hingga Rp2 juta, meskipun angka ini dapat bervariasi tergantung kondisi
setempat (Oktyandito, 2023). Perbedaan yang
signifikan dalam regulasi dan kompensasi antara guru PNS dan non-PNS
menimbulkan ketidaksetaraan dalam sistem pendidikan. Guru honorer sering
menghadapi tantangan tambahan yang tidak dialami oleh guru PNS.
Oleh
karena itu, gaji rendah yang diterima guru honorer memiliki dampak besar, baik
secara ekonomi maupun sosial. Mereka sering kesulitan memenuhi kebutuhan dasar,
yang mengakibatkan kurangnya motivasi dan menurunnya kualitas pengajaran.
Terdapat
guru honorer yang terpaksa mencari pekerjaan tambahan untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari, yang tentu saja memengaruhi fokus dan kualitas mereka dalam
mengajar. Gaji yang rendah juga dapat menyebabkan demotivasi dan frustrasi,
membuat para guru merasa kurang dihargai atas kontribusi mereka dalam membentuk
generasi penerus bangsa. Tidak hanya berdampak pada guru honorer sendiri, gaji
yang rendah juga mempengaruhi kualitas pendidikan secara keseluruhan.
Kesejahteraan yang rendah menyebabkan guru menjadi demotivasi dan frustrasi,
sehingga mereka tidak dapat mengajar dengan optimal. Akibatnya, kualitas
pembelajaran dan prestasi siswa bisa menurun (Tukan, 2024). Guru honorer
yang merasa tidak puas dengan gaji rendahnya cenderung sering berganti
pekerjaan. Hal ini bisa mengacaukan pengajaran dan hubungan antara guru dan
siswa. Kedua hal ini sangat penting untuk menciptakan suasana belajar yang baik
dan nyaman.
Selain
itu, guru honorer diharuskan mengerjakan tugas yang
sama seperti guru tetap atau PNS, tapi gaji yang mereka terima dan
ketidakpastian masa depan mereka menjadi masalah besar. Selain itu, hal lain
yang mendasari motivasi kerja guru honorer adalah kualitas hidup kerja dan
kompetensi profesional. Oleh karena itu, motivasi guru honorer dalam bekerja perlu
diperhatikan dan diteliti. Motivasi kerja ini berpengaruh pada kinerja dan
produktivitas mereka. Jika motivasi kerja rendah, kemungkinan besar guru honorer
akan meninggalkan pekerjaannya. Motivasi kerja adalah kumpulan dorongan yang
berasal dari dalam diri maupun dari luar individu yang mendorong seseorang
untuk memulai perilaku terkait pekerjaan. Dorongan ini menentukan bentuk, arah,
intensitas, dan durasi pekerjaan, sehingga membantu memulai pekerjaan dengan
antusias dan memaksimalkan kinerja. Namun, jika motivasi kerja guru honorer
rendah, dampaknya bisa negatif, seperti malas mengajar dan akhirnya merugikan
proses pengajaran (MiftahulJanah, 2021). Secara
keseluruhan, motivasi kerja yang tinggi memainkan peran kunci dalam
meningkatkan kinerja guru honorer. Dengan memastikan bahwa mereka merasa
dihargai, didukung, dan memiliki kesempatan untuk berkembang, kita dapat
mengharapkan mereka untuk memberikan pengajaran yang lebih baik kepada siswa.
Perbandingan
penghasilan yang sangat signifikan antara guru PNS dan honorer cukup
memprihatikan di Indonesia. Guru yang berstatus PNS menerima kompensasi yang
lebih besar, dengan rentang Rp2,3 juta sampai Rp5 juta, bergantung pada pangkat
dan lama pengabdian. Mereka juga memperoleh beragam benefit tambahan, mencakup
tunjangan pasangan, anak, konsumsi, kesehatan, dan dana pensiun. Total
pendapatan tahunan guru PNS dapat mencapai 13-14 kali gaji bulanan, termasuk
THR dan bonus lainnya. Sebaliknya, guru honorer menghadapi realitas yang jauh
berbeda. Pendapatan mereka di kota-kota besar berkisar Rp1,5 juta hingga Rp2
juta, sementara di daerah hanya sekitar Rp300 ribu sampai Rp1 juta. Disparitas
ini bukan hanya signifikan secara nominal, tetapi juga berdampak mendalam pada
stabilitas finansial dan kesejahteraan keluarga para pengajar honorer (Redaksi, 2024). Perbandingan
penghasilan antara guru PNS dan guru honorer dapat sangat mempengaruhi semangat
dan performa para guru. Guru PNS yang mendapatkan gaji lebih tinggi umumnya
merasa lebih aman secara finansial dan dihargai atas peran mereka dalam
pendidikan. Mereka bisa lebih fokus pada mengajar dan membimbing siswa. Di sisi
lain, guru honorer dengan gaji lebih rendah mungkin merasa kurang dihargai dan
tidak stabil secara ekonomi. Hal ini bisa mengurangi semangat mereka untuk
memberikan pengajaran yang terbaik dan menurunkan kualitas pendidikan.
Perbedaan ini juga memengaruhi pandangan masyarakat terhadap profesi guru, yang
dapat mempengaruhi pilihan karir orang-orang yang mempertimbangkan faktor
keuangan dalam memilih profesi guru. Oleh karena itu, penting untuk
memperhatikan dan menyeimbangkan aspek finansial serta pengakuan terhadap
kontribusi guru dalam sistem pendidikan untuk meningkatkan kualitas pengajaran
dan kepuasan kerja mereka.
Namun
jika di bandingkan dengan negara lain Indonesia mempunyai sistem Pendidikan
yang cukup rendah, seperti jika dibandingkan dengan Singapura. Negara Singapura
terkenal dengan sistem pendidikannya yang terbaik di ASEAN. Salah satu faktor
pendukungnya adalah akses internet bebas yang tersedia di seluruh negara,
termasuk di situs web sekolah. Hal ini memudahkan komunikasi dan kolaborasi
antara siswa, guru, dan orang tua. Selain itu, sistem transportasi publik yang
modern dan efisien di Singapura memungkinkan siswa untuk mencapai sekolah
dengan mudah dan tepat waktu. Biaya pendidikan pun disesuaikan dengan kemampuan
finansial masyarakat, dan tersedia beasiswa bagi siswa yang kurang mampu.
Faktor penentu lain adalah kualitas pendidik yang luar biasa. Proses seleksi
guru di Singapura sangat ketat, hanya calon guru terbaik yang lolos dan
direkrut sesuai dengan kebutuhan sekolah. Sebelum mulai mengajar, mereka pun
mendapatkan pelatihan yang komprehensif untuk memastikan kesiapan dalam
mendidik para siswa. Tak heran, gaji guru di Singapura tergolong tinggi,
menjamin kesejahteraan mereka dan memotivasi mereka untuk memberikan pengajaran
terbaik bagi generasi penerus bangsa. Singkatnya, kombinasi akses mudah ke
informasi, biaya pendidikan terjangkau, dan kualitas guru unggul menjadi kunci
utama di balik kesuksesan sistem pendidikan Singapura (Syakrani, 2022). Kebijakan
pendidikan di Singapura memang menunjukkan komitmen yang kuat untuk memajukan
sistem Pendidikan di negara nya.
Kualitas
pendidikan yang tinggi di suatu negara erat kaitannya dengan perhatian terhadap
kesejahteraan guru. Hal ini terbukti dalam kasus Kanada dan Finlandia, dua
negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Pada tahun 2018, Kanada
meraih peringkat ke-8 dalam skor PISA. Di tahun yang sama, data OECD
menunjukkan rata-rata gaji guru pemula di sekolah menengah atas Kanada mencapai
Rp590 juta per tahun. Di Finlandia, gaji guru pemula di sekolah menengah atas
bahkan lebih tinggi, mencapai Rp600 juta per tahun. Besarnya perhatian terhadap
kesejahteraan guru di kedua negara ini menjadi salah satu faktor penting di
balik tingginya kualitas pendidikan mereka. Di sisi lain, rendahnya kualitas
pendidikan di Indonesia salah satunya disebabkan oleh rendahnya tingkat
kesejahteraan guru. Hal ini dibuktikan dengan gaji guru di Indonesia yang masih
jauh dari ideal dibandingkan dengan kontribusi mereka dalam mencerdaskan
bangsa. Oleh karena itu, semua pihak terkait perlu menyadari pentingnya
kesejahteraan guru di Indonesia dan mengambil langkah-langkah konkret.
Memberikan gaji yang layak sesuai dengan kontribusi mereka dan menjamin
kesejahteraan mereka adalah langkah awal yang krusial. Dengan demikian,
diharapkan kualitas pendidikan di Indonesia dapat terus meningkat dan sejajar
dengan negara-negara maju lainnya (Putra, 2022).
Kualitas
pendidikan di Indonesia memiliki tantangan tersendiri dibandingkan dengan
negara maju. Salah satunya adalah investasi pendidikan yang masih rendah, baik
dalam hal anggaran maupun infrastruktur pendidikan. Negara maju seperti
Finlandia atau Kanada mengalokasikan sumber daya yang besar untuk pendidikan,
memastikan ketersediaan fasilitas belajar yang memadai seperti perpustakaan dan
laboratorium, serta sarana teknologi pendukung pembelajaran. Selain itu,
masalah kualifikasi dan pelatihan guru juga menjadi perhatian penting. Meskipun
pemerintah telah berupaya meningkatkan kualifikasi guru, tantangan seperti
insentif finansial yang rendah dan akses terbatas terhadap pelatihan
profesional masih memengaruhi kualitas pengajaran. Selain infrastruktur dan kualifikasi
guru, kesenjangan antara kualitas pendidikan di perkotaan dan pedesaan juga
menjadi isu signifikan di Indonesia. Meskipun demikian, terus dilakukan upaya
untuk memperbaiki kualitas pendidikan melalui reformasi kurikulum, peningkatan
akses ke pendidikan tinggi, serta penerapan teknologi dalam pembelajaran.
Dengan fokus yang lebih besar pada investasi pendidikan, peningkatan kualitas
guru, dan akses yang merata terhadap pendidikan berkualitas, diharapkan
Indonesia dapat mengatasi tantangan ini dan meningkatkan kualitas pendidikan
secara keseluruhan.
Kesejahteraan
guru honorer memiliki dampak yang signifikan terhadap motivasi dan kualitas
pengajaran mereka. Guru honorer yang sejahtera, baik secara finansial maupun
non-finansial, lebih termotivasi untuk mengajar dengan dedikasi penuh dan
meningkatkan kualitas pengajaran. Oleh karena itu, upaya meningkatkan
kesejahteraan guru honorer adalah kunci untuk meningkatkan kualitas pendidikan
secara keseluruhan. Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya perlu bekerja
sama untuk memastikan bahwa guru honorer menerima gaji yang layak, tunjangan
yang memadai, dan akses ke peluang pengembangan profesional. Meningkatkan gaji
dan tunjangan guru honorer akan memberikan mereka rasa aman dan stabilitas
finansial, sehingga mereka dapat fokus pada tugas utamanya mengajar. Memberikan
akses ke pelatihan dan pengembangan profesional akan membantu guru honorer
meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka, sehingga mereka dapat
memberikan pengajaran yang lebih berkualitas. Menyediakan jaminan kesehatan dan
sosial akan memberikan rasa aman bagi guru honorer dan keluarga mereka,
sehingga mereka dapat bekerja dengan tenang tanpa rasa khawatir. Memperjelas
status dan hak guru honorer akan memberikan mereka rasa dihargai dan dihormati,
sehingga mereka termotivasi untuk memberikan pengajaran yang terbaik. Dengan
demikian, diharapkan kesejahteraan guru honorer dapat meningkat dan berdampak
positif pada motivasi dan kualitas pengajaran mereka. Serta dapat membuat
kualitas Pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik.
Referensi
Jayani, D. H. (2022). 52% Guru
di Indonesia Berstatus PNS. Databoks.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/01/12/52-guru-di-indonesia-berstatus-pns
MiftahulJanah, R. (2021). Motivasi Kerja terhadap
kinerja Guru. Kompasiana.
https://www.kompasiana.com/riftia01679/61adad0906310e7ff103a182/motivasi-kerja-terhadap-kinerja-guru
Oktyandito, Y. W. (2023). Berapa Gaji Guru Honorer di
Indonesia? Segini Kisarannya! IDN TIMES.
https://www.idntimes.com/business/economy/yogama-wisnu-oktyandito/gaji-guru-honorer-di-indonesia
Putra, M. I. D. (2022). Benang Relasi Kesejahteraan
Guru dengan Kualitas Pendidikan di Indonesia. Kumparan.
https://kumparan.com/fanirfanputra65/benang-relasi-kesejahteraan-guru-dengan-kualitas-pendidikan-di-indonesia-1y8Aid37HMZ
Redaksi. (2024). Rincian Gaji Guru PNS dan Honorer di
Indonesia (2024). MONEYNESIA. https://moneynesia.com/gaji/guru/
Syakrani, A. W. (2022). Sistem Pendidikan Di Negara
Singapura. Adiba: Journal of Education, 2(4), 517–527.
http://www.ef.co.id/upa/education-systems/education-system-singapore
Tukan, A. G. (2024). Gaji Guru Honorer yang Rendah:
Keprihatinan dan Dukungan yang Layak. Kompasiana.
https://www.kompasiana.com/agustinus98698/6632d0d2c57afb0a560bbdb2/gaji-guru-honorer-yang-rendah-keprihatinan-dan-dukungan-yang-layak?
Penulis:
Noni Citra Oktavia (202214500052) - R4A
Universitas Indraprasta PGRI